Selasa
SEMUA ADA WAKTU DAN AKHIRNYA
Sebagaimana malam yang
segera berakhir dan berganti dengan pagi, segala sesuatu juga ada akhirnya.
Termasuk segala permasalahan yang kita hadapi. Ia ada ujungnya. Amal saleh
kitalah yang mempercepat perjalanan itu.
Ada kisah seorang ibu
muda. Sebut saja T. beliau memproses perceraiannya sejak tahun 2001 gak
selesai-selesai. Alih-alih berharap bisa bercerai cepat supaya bisa memulai
hidup baru, eh malah beberapa ujian kehidupan muncul. Ibunya menyuruhnya
bersabar. “Semua ada waktunya,” begitu nasihat ibunya.
Setelah sekian tahun, ia
diberitahu ibunya agar sedekah dengan apa yang ia punya. Sedekah yang besar.
Bersedekahlah ia.
Dua tahun terakhir, ia
perbaiki hidupnya. Bila sebelumnya ia belum berjilbab, ia lalu berjilbab dan
memperbanyak taubat. Ia usahakan sering mendatangi pengajian. Kegiatan-kegiatan
sosial ia ikuti. Ia lupakan persoalan perceraiannya. Ia segarkan hidupnya dengan
karunia Allah yang lain. Dan memang banyak manusia yang gara-gara secuplik
drama kehidupannya yang tidak enak, lantas kemudian membuat matanya tertutup
dari karunia Allah yang sesungguhnya masih teramat besar. Kesusahan hidup, gak
sebanding dengan karunia Allah berupa “hidup” itu sendiri.
Dan akhirnya waktu yang ia
tunggu tiba. Dua tahun sejak ia bersedekah sesuatu yang besar, ia mendapatkan
keputusan cerai. Sepertinya tiba-tiba, dan prosesnya sangat mudah. Beda sekali
dengan waktu-waktu sebelumnya.
Yang luar biasa, mantan
suaminya ini memberinya uang yang sangat besar. Ia mengaku tersentuh dengan
ketabahan mantan istrinya, dan ia meminta maaf tidak bisa mengurus anaknya.
Sebagai kompensasinya, suaminya ini memberi uang nyaris 1 miliar dari hasil
tabungannya pasca bercerai. Bukan harta gono gini. Mantan suaminya hanya
meminta diikhlaskan segala kesalahannya. Yang membuat ibu T ini agak berdebar
dengan cara kerja Allah, mantan suaminya ini bercerita, tabungan yang nyaris 1
miliar tersebut adalah tabungan dua tahun terakhir. Masya Allah, suaminya ini
“bekerja” sebab diatur Allah. Yang mana hasil kerjaannya itu adalah buah sabar
dan sedekahnya.
Dalam satu kesempatan, si
ibu T ini bercerita, barangkali kalau dulu Allah mengabulkan kehendaknya, maka
ia mendapatkan hak cerai, tapi tidak mendapatkan uang 1 miliar. Hari gini, uang
1 juta saja besar sekali apalagi 1 miliar.
Saya mengatakan, “Ya
itulah buah dari dukungan ibunya, buah dari kesabarannya, dan berkah dari
sedekahnya. Dan benarlah juga keyakinan orang-orang tua dulu, kalau udah
waktunya, ya waktunya. Sebagaimana orang-orang tua mengajarkan, kalau udah rezekinya,
ya rezekinya.
“Kadang saya berfikir ya,
andai kita tidak melakukan banyak hal, asal kita perbaiki saja hidup kita, cara
hidup kita, dan memaknai ulang hidup kita untuk lebih lagi beribadah kepada Allah
dan bermanfaat untuk sesama, rasanya hidup kita akan benar dengan sendirinya.
Keinginan kita juga akan terjawab dengan sendirinya. Dan masalah akan selesai
dengan sendirinya.”
“Tapi saya setelah
dipikir-pikir lagi, enggak juga disebut ‘tidak melakukan apa-apa’ bagi mereka
yang memperbaiki dirinya. Karena itulah ikhtiarnya. Sama dengan ketika saya
menyebut ikhtiar bagi mereka yang bermasalah adalah taubat dan memperbanyak
amal saleh. Ada kemudian yang protes, harus tetap ada ikhtiarnya. Saya
menyebut, sudahlah, ikhtiarnya yaitu taubat dan amal saleh (memperbaiki salat,
menambah salat-salat sunnah, membaca al-Qur’an, sedekah dll). Sebab nyatanya,
tidak gampang loh untuk bisa bertaubat dan beramal saleh. Kalaulah Allah tidak
memudahkan jalan, maka jalan menuju pertaubatan dan amal saleh tidak akan mudah
jalannya.” (Ustadz Yusuf Mansur)
daftar bisnis ustad yusuf mansur
daftar bisnis ustad yusuf mansur